Jumat, Mei 15, 2015

Horror Story : Tangisan Aneh di Dasar Jurang

Nadine mengeluh kesal memandang jalan lurus di depannya. Ini bukan kali pertamanya melangkah sendiri menuju jalan itu. Namun tetap saja, rasa merinding terus menghantui pikirannya. Berulang kali Nadine meminta ayah agar menjemputnya sepulang dari tempat kursusnya, tetap saja ayah tidak mengindahkan permintaannya. Kini ia harus melewati jalan yang tidak beraspal itu sendirian, tanpa ada motor ataupun kendaraan lain yang lewat. Jalan itu sendiri merupakan main-road dengan sisi kiri-kanan pohon kelapa sawit. Berhubung tempat tinggal Nadine jauh dari kota, jalan tersebut jarang dilalui kendaraan, apalagi menjelang sore hari. Di salah satu sisi jalan terdapat jurang kecil dengan aliran air dangkal. Nadine sendiri pernah ke dasar jurang tersebut, bermain dengan teman-teman kecilnya menangkap ikan kletek kecil. Tidak ada hal mencurigakan yang ia temui saat ia bermain dengan teman-temannya saat itu. Tetapi, jika Nadine berjalan sendiri melewati jalan itu, suara-suara aneh melantun dari dasar jurang tersebut.
Ketakutannya akan suara-suara dari dasar jurang itulah yang membuatnya ingin segera menghilang dari jalan itu. Seakan suara itu mengetahui langkah kakinya yang sudah mendekat, suara tangisan itu langsung menderu dengan nada yang sama. Suara seorang wanita menangis. Pernah sekali ia mengajak mengajak temannya untuk mendengar suara aneh itu. Dan ya, suara itu terdengar kembali. dengan penasaran, temannya melongok ke dalam jurang sambil berjongkok dan hampir saja masuk ke jurang jika saja Nadine tidak menarik temannya dengan kuat. "Jangan! Bahaya tau!" tegur Nadine dengan suara membentak dan tiba-tiba tangisan itu menghilang. Nadine berjanji cukup sekali itu saja ia mengajak temannya untuk mndengarkan suara itu. Ia sangat takut kalau-kalau suara tersebut menghipnotis teman-temannya unuk terjun ke dalam jurang tersebut. Kini, dengan segenap keberaniannya, Nadine berjalan lurus melewati jalan tersebut. Suara itu semakin bising saat Nadine semakin mendekati tempat itu. Ia pun berhenti, memandang sekilas ke jurang tersebut dan suara tangisan tersebut menderu-deru dengan lantunan nada yang sama, 'Hiks, hiks, hiks" Seakan suara itu semakin mendekat kepadanya, Nadine segera berlari meninggalkan jalan suram itu. 
---
"Sudah pulang, Nak?" Sapa Ibu dengan wajah sumringah. Nadine yang ngos-ngosan hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Bu, ayah ke mana sih? Nadine tungguin dari tadi di les kok nggak nongol?"
"Ayah kamu ada kerjaan tambahan di kantornya"
Nadine hanya bisa mendengus jengkel. Iapun menceritakan setiap detail yang dialaminya tadi kepada ibunya. Namun, ibunya hanya menggeleng seraya tertawa. "Itu tuh, kamu kebanyakan nonton film hantu, makanya bilang yang aneh-aneh gitu. Jangan sering beli kaset horror lagi, ntar jadi kebayang-bayang di dunia nyata."
"Bu, ini Nadine gak bohong, beneran dan udah berulang kali Nadine alami. Nadine takut, Bu, setiap kali Nadine lewat jalan itu, suara itu selalu muncul" ujar Nadine seraya menangis. Ibunya pun mengelus kepala Nadine dengan lembut, "Iya, ya. Nanti Ibu bilang ke Ayah. Nadine jangan nagis lagi ya." sahut Ibu lembut. Nadine segera tersenyum dan memeluk Ibunya dengan erat. 'Akhirnya, Ibu percaya akan kebenaran yang ia tuturkan,' batinnya. 
Semenjak kejadian itu, Nadine selalu diantar-jemput oleh ayahnya. Jika ayahnya tidak dapat menjemputnya, ia lebih memilih pergi ke tempat temannya dulu sampai tiba waktunya bagi ayah Nadine unuk menjemputnya. Saat berkendara dengan ayahnya di motorpun, Nadine tidak pernah sekalipun mendengar suara aneh itu. Dia hanya bisa tersenyum seraya memandang ke arah jurang. 
---
"Nadine, ayah benar-benar akan pulang malam hari ini. Kamu harus pulang sendiri ya, Nak. Sekali ini saja, Ayah janji." sahut ayah setelah mengantar Nadine ke tempat kursus.
"Gak mau, Nadine ingin pulang saja, Nadine gak mau sendiri di jalan itu, Yah" rengek Nadine dan mulai menumpahkan air matanya. 
"Nadine! Kamu harus berani, kamu sudah kelas 5 SD, sebentar lagi kamu juga bakalan punya adik. Jangan penakut." bentak ayah sembari memegang pundak Nadine. Nadine hanya bisa sesengukan dan mengusap air mata dengan tangan kecilnya.
---
"Malam Bu" tegur ayah seraya mengecup dahi istrinya. Istrinya yang kebingungan memandang suaminya ketakutan, "Nadine mana, Yah?" Dengan rasa terkejut, ayah memeriksa seluruh rumah," Lah, bukannya Nadine sudah pulang? Aku harus ke rja lembur tadi, Bu. Aku nyuruh Nadine buat pulang sendiri." Ibu hanya bisa menangis tersedu-sedu, "Yah, coba cari Nadine segera ke rumah teman-temannya. Siapa tau dia masih di sana. Aku akan menunggu di sini" Tanpa pikir panjang, sang ayah segera pergi melajukan motornya menuju rumah tempat Nadine biasa menunggunya.
'Tok.tok.tok' "Nadine ada?" tegur ayah khawatir. Tampak peluh menghiasi pelipis dan dahi yang sudah berkerut dimakan usia. "Eh, Mas Elang, nggak Mas. Nadine tadi udah pulang duluan, iyakan Shinta?" sahut seorang wanita paruh baya seraya bertanya kepada buah hatinya. "Iya, Pak. Nadine tadi sudah pulang duluan. Tadi aku tanya, kenapa nggak kerumahku aja lagi nungguin ayahmu? Dia jawab katanya dia pulang sendiri aja, takut dimarahi ayahnya. Nadine belum sampai rumah, Pak?" jawabnya khawatir. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya seraya memohon izin untuk kembali ke rumah. Seraya pulang ke rumah, hati dan pikirannya yang tak karuan mulai mencari-cari petunjuk keberadaan anaknya. Dengan sangat menyesal, Ia terus berdoa agar anaknya segera tampak dihadapannya dan berjanji untuk selalu menjemput anaknya yang malang itu. Jalanan sep kala itu. Rasa merinding juga memenuhi tengkuknya. Keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Dengan segena keberanian ia melaju kencang membelah jalanan sepi itu. Sesampainya di rumah, istri dan beberapa tetangga sudah berada di rumah menunggu kepulangannya. "Gimana, Yah?" Si Ayah hanya bisa menggeleng lemas. Ibu pun menagis sejadi-jadinya. Antara rasa percaya dan tidak percaya, Ayah segera memanggil tetua kampung untuk mencari letak keberadaan anaknya. Kampung terasa ramai saat itu. Tidak sedikit ibu-ibu yang mencoba menenangkan wanita yang kini tengah hamil itu. Tetua kampung pun mengadakan sebuah ritual dan kemudian berkata,"Anakmu sedang bersama mahluk halus. Ayo kita cari di jalan yang bersisi jurang sana. Para lelaki segera mengambil obor mencari keberadaan anak tersebut di jurang itu. Namun, pencarian yang berlangsung lama itu sia-sia. Akhirnya, tetua kembali melakukan ritual dan kemudian ia berjalan menuju dasar jurang dan menemukan anak tersebut tengah tak sadarkan diri di dasar jurang. Sontak saja ayah Nadine berlari dan merangkul buah hatinya sambil menangis tak karuan. Semua orang kampung juga merasa lega dan langsung berterima kasih kepada sang tetua. Sesampainya di rumah. Kehadiran Nadine langsung disambut dengan isak tangis Ibunya. Kemudian, tetua melakukan ritual lagi untuk membangunkan gadis kecil itu. Gadis kecil itu membuka matanya perlahan dan tersenyum kepada ibunya. Sang ibu beserta ibu lain segera menuju ke kamar mandi untuk memandikan anak itu. Beberapa diantaranya menghidangkan teh kepada para lelaki yang sudah turut melakukan pencaruian itu. 
"Terima kasih banyak, Mbah. Sekali lagi termia kasih. Kalau saja Bapak tidak ada, saya mungkin tidak akan bisa menemukan anak saya" ucap Pak Elang sungguh-sungguh.
"Iya, Pak. Saya cuma sarankan saja. Jangan sekali-kali Bapak meninggalkan anak Bapak sendiri di jalan itu, sungguh sangat berbahaya, Pak." tegur tetua yang biasa dipanggil Mbah Kasim itu, lanjutnya,"Dulu, ada seorang wanita yang bunuh diri di sana karena hamil di luar nikah. Si Bapak tidak mau mengakuinya, begitupun orangtuanya memarahi dia habis-habisan. Gak berapa lama, kami menemukan jasad wanita itu. Sampai sekarang, banyak orang yang sering mendengar suara tangisan dari dalam jurang. Sebaiknya, jangan membiarkan diri sendiri untuk melewati jalan itu seorang diri." Sang ayah pun manggut-manggut mengerti. ia terigat akan cerita yang dulu istrinya sampaikan kepadanya mengenai Nadine yang sering mendengar wanita menangis dari dalam jurang. "Jadi, apakah hantu itu tidak akan mengganggu Nadine lagi, Mbah?" Mbah Kasim segera menjawab, "Selama Bapak menjaga anak Bapak, mudah-mudahan ia tidak mengganggu." Kini, Nadine sudah berpakaian rapi daan tengah mengunyah makanan sembari disuap oleh ibunya. "Gimana, Nak? Kamu mau cerita kenapa tadi kamu di jurang" Nadine yang ketakutan berusaha menahan tangisnya. "Ta..tadi, Nadine pulang dari tempat kursus berjalan sendiri ke rumah. Gak taunya, di tengah jalan, Nadine ngeliat ada wanita berdiri di sisi jurang sambil nagis, Om. Nadine takut. Selama ini, Nadine hanya bisa denger suara nangisnya wanita itu dan sekarang Nadine ngeliat wanita itu sendiri dengan mata kepala Nadine. Nadine gak bisa gerak, Om. Wanita itu makin mendekat sambil menangis dan tepat berdiri di depan Nadine dengan muka pucat sambil membelalakkan mata. Saking takutnya, hiks.. Nadine gak bisa tutup mata, teriak atau menggerakkan tangan, Om. Tiba-tiba aja, Nadine udah sampai di rumah." tutur Nadine sesenggukan. Sang Ibu hanya bisa mengangis mendengar penuturan anaknya dan memeluknya penuh kasih. "Apa yang disampaikan anak ini benar adanya, Pak. Jangan sekali-kali Bapak menganggap remeh ketakutan seorang anak kecil lagi, Pak. Bisa saja yang mereka alami memang benar adanya. Untuk bapak-bapak dan ibu-ibu yang lain juga, jangan sampai kejadian ini terulang kembali kepada anak-anak kita atau malah diri kita sendiri." Semua yang hadir disitu mengiyakan nasehat Mbah Kasim. Kejadian ini kini menjadi pelajaran bagi mereka agar tidak menganggap remeh dan sepele kepada hal-hal aneh yang mungkin dialami anak mereka dan bersikap was-was pada kemungkinan yang terjadi ke depannya.
---
 Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Readers, kajadian ini beberapa diantaranya pernah aku alami, bersama dengan kakakku sendiri. Aku tertarik untuk menuangkannya ke dalam bentuk cerpen. Meskipun dalam penulisannya aku agak merinding karena membuka luka lama, hehe. Sekali lagi, terima kasih. 

0 komentar:

Posting Komentar