Minggu, Desember 14, 2014

My Family

Keluarga.
Satu kata yang bermakna bagiku. Ketika aku jatuh, ketika aku bahagia, mereka selalu ada di sana, bersamaku, mengajarkanku akan apa arti kehidupan itu, bertahan hidup, dan makna dari kasih, tulus, tiada menuntut balas. Bersama keluarga, aku mengarungi kehidupan ini. Meski terpisah untuk waktu yang cukup lama namun aku tahu, jauh di lubuk hatiku, selalu ada satu kata, setia, setia kepada mereka. Ya, mereka, keluargaku..
Apakah keluarga itu? Adalah ikatan perjanjian dari seorang lelaki dan wanita untuk mengarungi sebuah bahtera kehidupan bersama yang dilegitimasi oleh sebuah perkawinan. Jika lebih besar lagi, mereka dikaruniai seseorang atau beberapa anak yang merupakan anugerah dari Tuhan. Segera setelah seorang anak itu bertumbuh besar, dia akan mulai sebuah pendidikan dasar dalam sebuah keluarga oleh ayah dan ibunya. Tidaklah yang sesimpel yang kita kira. Membina seorang anak sangatlah sulit, ibaratnya memanusiakan seorang manusia. Berbagai masalah mungkin datang silih berganti dalam kehidupan sebuah keluarga, mulai dari ekonomi, bahkan mungkin sedikit bumbu percekcokan antara ayah dan ibu. Yah, begitulah kehidupan. Seperti yang kalian alami, dan begitu pula aku.
Aku dibesarkan oleh ayah dan ibu yang benar-benar tangguh. Ditengah kerasnya hidup, memulai sebuah bahtera rumah tangga dari nol, membesarkan ketiga orang anak mereka dengan gigih, dengan pegangan hidup, kebahagiaan anaklah yang paling utama, hingga perjuangan mereka membawaku sampai ke titik ini. Seorang kakak perempuan dan adik perempuan yang dikaruniakan kepadaku merupakan sebuah hadiah terbesar bagiku. Dari sana, aku mengetahui bagaimana arti mengalah, tidak serakah, dan ikhlas berbagi. Bagi kedua orangtuaku, pendidikan anak-anak mereka adalah yang paling utama. Cinta merekalah yang membuat aku bertahan sampai sejauh ini. Keinginan untuk membanggakan keluargaku, merupakan sebuah kewajiban utama bagiku. Di sinilah aku sekarang, di sebuah kota metropolitan dengan berbagai rona-rona kehidupan.
Untuk sesaat aku bingung apakah yang harus kulakukan untuk tidak merengek minta pulang kepada orang tuaku. Saat menginjakkan kaki keluar dari lingkup kedua orangtuaku menuju ke kehidupan tak ku kenal yang harus kuadaptasi rasanya sangatlah sulit. Segalanya serba runyam, tapi aku tahu aku tidak sendiri, ada Tuhan dan ada kakakku yang menemaniku melewati masa itu. Dari sinilah aku belajar, bagaimana cara mengatur diri sendiri tanpa ada orangtua yang selalu mengingatkanku untuk makan tepat waktu, dan pelbagai hal lainnya. Di sini aku belajar, bagaimana caranya mengatur keuanganku dengan sebaik-baiknya tanpa meminta lebih kepada orangtuaku, menghadapi berbagai karakter manusia yang berbeda dari yang selama ini ku kenal, serta bagaimana caranya agar aku menjaga rasa percaya orangtuaku kepadaku. Di sini aku benar-benar diajarkan untuk mandiri. Terkadang rasa khawatir orangtuaku yang berlebihan membuatku sedih, di mana mereka selalu menanyakan kabarku setiap jam tiap harinya, sekadar menanyakan kabar, betah berada di sini atau tidak. Yah, begitulah orangtuaku. Terkadang aku bosan karena mereka selalu menanyakan hal yang sama berulang kali kepadaku. Namun, aku mencoba meredam kekesalanku itu, di situlah aku diajarkan untuk sabar J. Di sisi lain, ketika masalah muncul, aku mencoba untuk tidak menangis kepada kedua orangtuaku seperti saat aku masih berada di bawah ketiak mereka dulu. Tak kala aku merasa problema itu terlalu berat, ataupun suatu kejadian menimpaku, aku mencoba untuk tidak menceritakannya kepada mereka, tetapi aku mensharingkannya dengan sahabatku dan kakakku, meskipun pada akhirnya mereka mengetahuinya, entah itu lewat insting seorang ibu, atau laporan dari kakakku.
Sebentar lagi aku akan pergi melakukan adaptasi di sebuah daerah yang masih dirahasiakan. Aku akan melakukan praktek kerja lapangan (PKL) yang diwajibkan oleh instansi tempat aku belajar. Aku tahu, bagaimana rasa kekuatiran kedua orangtuaku terhadapku kelak. Bagaimana caraku beradaptasi di lingkungan baru, dengan orang-orang baru, dan bagaimana aku bakal diperintah oleh seorang atasan kelak. Bagaimanakah aku, seorang anak yang hanya bisa memasak telur, nasi dan rebusan sayur, yang setiap sebulan sekali dilihat keadaannya oleh kakak kandungnya bisa bertahan di tempat baru tersebut? Meskipun orangtuaku tidak pernah menceritakan rasa khawatir mereka terhadapku, aku dapat mengetahuinya dari kakakku yang menceritakan kepadaku seraya menangis.
Entahlah, aku juga tidak tahu apakah aku dapat bertahan atau tidak kelak. Sebagai pegawai baru juga mungkin aku akan sering diperingatkan oleh atasan ku, dsb. Berbagai masalah baru mungkin akan mengikutiku kelak. Tapi aku yakin, bersama Tuhan, dengan pondasi pendidikan dasar dari keluargaku, aku pasti bisa melewatinya. Aku yakin. Meskipun terkadang ketakutan melintas sejenak dalam pikiranku, aku tahu, aku pasti bisa.  Aku pasti bisa menjaga kepercayaan mereka terhadapku. Inilah sepenggal kisah dari seorang anak dalam sebuah keluarga sederhana yang memegang janji untuk selalu berusaha membanggakan kedua orangtuanya. 
Keluarga.

Yah, dengan berbagai lika-liku kehidupan,  berbagai kisah bahagia dan kesedihan, yang tak mampu diceritakan hanya dengan seratus pena dan beribu halaman kertas. Keluarga, yang melahirkan seseorang bakal menjadi apa kelak. Keluarga, yang notabene adalah sebuah pondasi untuk melahirkan keluarga baru. Ceritaku takkan berakhir di sini, melainkan akan terus berlanjut dan berlanjut, begitu pula dengan  keluargaku. Aku bangga memiliki mereka, keluargaku. 

*lembaran ini sudah cukuo lama aku pendam, baru sekarang bisa mempostingnya, walaupun terlambat, aku harap bisa membuka sedikit pikiran sobat tentang keluarga kita.

0 komentar:

Posting Komentar