Senin, Desember 29, 2014

Jatuhnya Pesawat Air Asia QZ8501

Kabar mengejutkan kembali mengguncang dunia penerbangan. Dalam setahun terakhir, setidaknya ada 3 kasus jatuhnya pesawat yang menyisakan rasa dukacita yang cukup besar di kalangan masyarakat. Seperti kasus hilangnya pesawat Malaysia M17 dan MH370, berita hilangnya keberadaan  pesawat Air Asia QZ8501 dengan rute penerbangan Surabaya-Singapore juga turut memberi tanda tanya besar di berbagai kalangan. Pesawat dengan muatan 155 penumpang itu berangkat pada  pukul 05.36 dari Juanda Airport dengan ketinggian 32.000 feet.
Pesawat dilaporkan mengikuti jalur yang biasa ditempuh antara Surabaya dan Singapura, yaitu M635. Pada pukul 06.12 WIB, pilot melakukan kontak dengan menara ATC Jakarta untuk meminta izin naik ke ketinggian 34.000 feet. Kontak terakhir diungkapkan oleh Staf Khusus Kemenhub, Hadi Mustofa, pilot meminta izin untuk sedikit berbelok arah dari jalur yang sudah ditentukan dan naik ke ketinggian 38.000 feet. Permintaan tersebut disetujui oleh pihak ATC Jakarta. Dalam selang 5 menit terakhir, pesawat menghilang dari radar berikut pantauan dari ATC  Jakarta, Minggu (28/12/2014).
Pesawat Jatuh
Berita terkini mengatakan bahwa pesawat jatuh di antara perairan Tanjung Pandan dan Pontianak. Kabar yang dilansir oleh dua nelayan di daerah dekat Pangkalan Bun, Pulau Kubu, Minggu pagi pukul 07.00 WIB, terdengar suara dentuman keras di bagian barat di lautan. Selain itu, tampaknya bagian depan pesawat dengan cat putih-merah juga terlihat oleh para nelayan. Benar tidaknya berita itu masih diperiksa lebih lanjut. Namun, Basarnas kini tengah mengerahkan personil untuk mengkaji lebih lanjut daerah Pangkalan Bun tersebut.
Penyebab Jatuhnya Pesawat
Jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 ini dikaitkan dengan kondisi cuaca yang kurang memungkinkan untuk terbang. Kontak terakhir dikatakan, pilot tengah menghindari awan Cumulonimbus yang tengah melingkupi wilayah tesebut. Awan Cumulonimbus sendiri merupakan awan konvektif yang sangat ditakuti oleh para pilot sehingga sebisa mungkin untuk menghindarinya. Awan Cumulonimbus ini memiliki bentuk seperti menara dan memiliki landasan, serta membawa badai dan memuat uap air yang sangat banyak. Ketinggiannya bervariasi, antara 500 feet hingga 13.000 feet. Dalam beberapa kasus, awan ini dapat muncul pada ketinggian 75.000 feet. Gerak pertumbuhan vertikal dengan kecepatan 1-10 m per detik terus menerus untuk periode pendek sekitar 30 menit ini memungkinkan awan tersebut menciptakan bentuk seperti menara bahkan menyerupai gunung. Awan ini dihasilkan oleh gerak konvektif karena ketidakstabilan hidrostatik; secara potensial udara yang lebih ringan terangkat dalam pusat sel konvektif dan udara lebih berat turun.
Selain itu, ketebalan awan ini cukup membutakan pandangan pilot. Pergesekan ion positif dan negatif di dalam awan ini juga dapat menimbulkan terjadinya sengatan listrik antarawan. Sengatan listrik itu yang kita kenal sebagai petir. Cahaya kilatan petir tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada mata dan dapat merusak badan pesawat. Disamping terjadinya petir, awan Cumulonibus juga menimbulkan icing yang dapat merusak mesin pesawat. Butiran-butiran es dapat membekukan kinerja bagian luar pesawat, bahkan dapat meledakkan pesawat seperti pada kasus Silk Air (1997).  Dalam awan cumulonimbus terdapat updraft dan downdraft yang memungkinkan terjadinya sirkulasi yang menyebabkan terjadinya turbulensi. Severe turbelence ini juga menjadi salah satu penyebab jatuhnya pesawat di berbagai belahan bumi. Untuk berbagai alasan itulah, awan Cumulunimbus sangat ditakuti dan dihindari oleh pilot.
Dalam pantauan radar terakhir oleh BMKG, di sekitar Pangkalan Bun terdapat begitu banyak awan Cb yang ditandai dengan warna merah yang menunjukan keberadaan awan Cumulonimbus. Dipastikan di daerah tersebut memiliki cuaca berawan yang cukup banyak. Penerbangan berisiko ini seharusnya ditunda mengingat data cuaca buruk yang terekam pada radar.
Pencarian Korban

Total 162 orang di dalam pesawat Airbus A320-200 masih belum diketahui keberadaannya hingga detik ini. Pesawat memuat 138 penumpang dewasa, 16 anak, dan 1 bayi/balita. Pesawat diawaki 2 pilot dan 4 kru kabin. Pilot in command yakni Kapten Irianto, dan flight officer Remi Emmanuel Plesel. Sebagian besar berkewarganegaraan Indonesia dan melibatkan sejumlah kewarganegaraan asing di dalamnya menjadi korban dalam peristiwa naas ini. Berbagai pencarian diupayakan dalam menemukan pesawat ini, dibantu oleh tenaga asing milik Australia dan Malaysia. BMKG kini memperkirakan cuaca dan tinggi gelombang akan kondusif untuk melakukan pencarian selama 2 hari ke depan di daerah Pontianak-Tanjung Pandan. Walaupun pada tanggal 30 hingga tanggal 1 Januari akan terjadi hujan ringan di kawasan Bangka Belitung, namun tidak terlalu mengkhawatirkan. Hal tersebut akan memudahkan tim SAR mengadakan pencarian korban.

1 komentar:

Adelina mengatakan...

Mengingat tanda-tanda penelusuran pesawat hingga kini belum ditemukan, wajar bila berbagai kalangan mengucapkan belasungkawa bagi keluarga korban. Dilirik dari akal sehat, kemungkinan pesawat jatuh di perairan, dan berbagai spekulasi menyebutkan bahwa beberapa nelayan mendengar dentuman keras di lautan, memberi suatu pemikiran bagi kita bahwa kecil kemungkinan korban selamat.
Pihak maskapai sebaiknya secara terbuka memberi informasi kepada masyarakat, agar tidak terjadi anggapan keliru di kalangan tertentu.
Begitupun media, sebaiknya panyampaian informasi sesuai dengan akurasi data yang ada, tidak terlalu melebih-lebihkan data yang ada. Pihak media harusnya tidak mengganggu privasi dari keluarga, yang mungkin saat ini sedang mengalami depresi karena belum ditemukannya anggota keluarga mereka. Sebaiknya, media tidak mencari keuntungan dalam kasus ini, melainkan memberi respon yang positif bagi para kelurga korban dengan memberi rasa empati terhadap keluarga korban.

Posting Komentar