Minggu, Desember 14, 2014

Part 1. Occupation

Holaa..
Lama gak nulis lagi, udah berapa bulan ya,, haha..
Salam untuk kalian semua, yang mungkin pernah membaca blogku dan akan membaca sedikit dari hasil perenungan ku di lembaran ini (kata-katanya itu loh :D). 
Aku mau berbagi kisahku saat aku di pengasingan saat ini, tanah rantau yang benar-benar gak kusangka bakalan jadi tempat aku pertama kalinya menikmati hasil keringatku kelak. Sebagai seorang anak asli Batak, gak pernah sedikitpun keinginanku untuk merantau keluar dari zona nyamanku, pulauku, Pulau Sumatera.
Sejauh-jauhnya aku merantau, paling enggak di pulau Jawa, yang iyanya akses untuk pulang kampung jika ada liburan ke daerah juga tidak terlalu memakan biaya dan tenaga cukup banyak. Tapi, di sinilah aku sekarang, melakoni hidup layaknya seorang asli daerah ini dan mencoba mempelajari budaya dan bahasa yang tidak aku mengerti terkadang. Gorontalo, nama daerah yang cukup asing bagiku saat aku pertama kali mendengar aku bakal ditempatkan oleh BMKG ke wilayah itu. Meskipun wilayah ini sudah merupakan ibukota provinsi, dan juga stasiun meteorologi tempat aku mengaplikasikan ilmuku juga merupakan stasiun kelas 1, namun tetap saja, masih ada saja rasa khawatir saat aku pertama kali mendengar nama itu. Bagaimana kondisi alam di sana? Apakah jenis makanannya cocok dengan perutku? Apakah masyarakat di sana bersahabat? Dan berbagai pertanyaan lain yang melintas di pikiranku. Tak jarang, aku sering mengisi waktu senggangku untuk mengeluh, dan menangis, menunjukkan sisi kekanakanku yang begitu cengeng pada orangtuaku, sehingga menambah rasa khawatir mereka akan anak kedua mereka ini. Sesaat aku mengeluh, mengapa aku ditempatkan di tempat yang bukan zona wilayahku, apa aku bisa bertahan kelak. Begitu banyak pertanyaan yang menghimpit membuatku terasa sesak. Namun, banyaknya dukungan dari keluarga, sahabat, maupun orang-otang lain di sekitarku membuatku merasa bahwa aku memang harus kuat, dan harus bertahan. Kadang kala, aku sering mendengar cerita-cerita miring mengenai penduduk di sana, sikon wilayah, dan lain sebagainya. Bagaimanapun, aku belum melihat tempat itu, aku belum pernah menginjakkan kaki ke tempat itu, sebisa mungkin tidak terlalu terpengaruh dengan perkataan oranglain, dan ingatlah, di manapun kita, asalkan kita mampu membawa diri kita, pasti kita bisa berbaur dengan mereka. Dengan tetap mengandalkan Tuhan, aku berangkat dari Jakarta, kota penuh kenangan, menuju Gorontalo. 
Berbagai pengalaman lucu di bandara juga ada, saling melirik dengan TNI (mungkin karena dia meliahat aku dengan seragam, sehingga rasa penasarannya muncul), koperku yang benar-benar over bagage tapi nggak diberlakukan tarif barang, juga bertemu dengan teman-temanku, Anna dan Darul saat di ruang tunggu. Perjuangan panjang untuk sampai di sana karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke Gorontalo, dikarenakan jarak yang cukup jauh, cuaca yang kurang memungkinkan untuk take off, dan aftur yang tidak cukup untuk tiba di sana tanpa transit di Makassar terlebih dahulu. 
Aku disambut dengan ramah oleh pegawai di sana, begitupun hari-hariku di sana penuh dengan rasa penasaran tentang kota Gorontalo. Membutuhkan waktu cukup lama bagiku untuk bisa berbaur dengan masyarakat dan pegawai di sana, namun perlahan tapi pasti aku yakin aku bisa bersosialisasi dengan mereka. Ilmu yang kudapat juga lumayan banyak. Sebagai observer, terkadang sulit bagiku menentukan info tentang parameter cuaca, aku juga sering menjumpai kesalahan dalam pengiriman data CMSS ke pusat. Dibutuhkan ketelitian dan ketepatan  dalam waktu saat pengiriman data. Kini, aku sudah mulai terbiasa dengan pekerjaanku. Event yang paling aku tunggu, saat stasiun mendapat kunjungan dari pusat, pengarahan, atau acara resmi lainnya, seperti seminar, dll. Hal itu menjadi sesuatu yang lumrah bagi kami para pegawai dikarenakan mendapat makanan kotak, kudapan dan lainnya. Hahaha. Meski terkadang cukup membosankan karena harus melakukan pekerjaan rutin dan kbanyakan menunggu waktu, namun pekerjaan ini tetap aku syukuri karena ini merupakan pengalaman pertama aku bekerja. Bercanda, saling menertawakan sesama pegawai, merupakan sesuatu yang tidak asing di stasiunku. Tidak ditemukan yang namanya gap, ataupun kelompok tertentu dimana observer harus bergaul dengan observer, begitupun forecaster dan petugas administrasi. Semuanya saling membaurkan diri ke dalam linggkungan kerja yang bersahabat. 
Kantor juga tempat yang baik untuk memperluas jaringan komunikasi via internet. Karena fasilitas WiFi juga, aku betah berlama-lama saat aku mendapat shift kerja. 
Setidaknya, saat ini aku masih merasakan kehangatan yang tidak bisa aku dapatkan di keluargaku saat ini. Melalui hubungan baik dengan para pegawai, aku yakin bisa belajar dan menjadi observer yang bertanggung jawab dalam tugasku. Oh ya, aku menerima gaji pertamaku 04 Desember 2014, besarnya tidak perlu diberitahukan. Meskipun hanya sedikit, namun aku bangga karena ini hasil kerjaku sendiri. Di umurku yang masih 18 tahun ini, aku sudah bisa menafkahi diriku sendiri, congrats, Del. Terima kasih untuk Tuhan yang selalu menyertai jalanku di tengah kahidupan yang aku alami saat ini. Untuk seterusnya, aku akan belajar untuk hemat, karena aku meminta kepada orangtuaku untuk tidak membiayaiku lagi, meskipun mereka masih ingin. :)
masih banyak yang aku ingin ceritakan, Namun aku rasa cukup sekian dulu. Di lain hari aku akan membagikan pengalamanku kepada kalian. 
Terima kasih sudah membaca. :)

0 komentar:

Posting Komentar