Kabar mengejutkan kembali
mengguncang dunia penerbangan. Dalam setahun terakhir, setidaknya ada 3 kasus
jatuhnya pesawat yang menyisakan rasa dukacita yang cukup besar di kalangan
masyarakat. Seperti kasus hilangnya pesawat Malaysia M17 dan MH370, berita hilangnya
keberadaan pesawat Air Asia QZ8501 dengan
rute penerbangan Surabaya-Singapore juga turut memberi tanda tanya besar di
berbagai kalangan. Pesawat dengan muatan 155 penumpang itu berangkat pada pukul 05.36 dari Juanda Airport dengan
ketinggian 32.000 feet.
Pesawat dilaporkan mengikuti jalur yang biasa ditempuh
antara Surabaya dan Singapura, yaitu M635. Pada pukul 06.12 WIB, pilot
melakukan kontak dengan menara ATC Jakarta untuk meminta izin naik ke
ketinggian 34.000 feet. Kontak terakhir diungkapkan oleh Staf Khusus Kemenhub,
Hadi Mustofa, pilot meminta izin untuk sedikit berbelok arah dari jalur yang
sudah ditentukan dan naik ke ketinggian 38.000 feet. Permintaan tersebut
disetujui oleh pihak ATC Jakarta. Dalam selang 5 menit terakhir, pesawat menghilang
dari radar berikut pantauan dari ATC Jakarta, Minggu (28/12/2014).
Pesawat Jatuh
Berita terkini mengatakan
bahwa pesawat jatuh di antara perairan Tanjung Pandan dan Pontianak. Kabar yang
dilansir oleh dua nelayan di daerah dekat Pangkalan Bun, Pulau Kubu, Minggu
pagi pukul 07.00 WIB, terdengar suara dentuman keras di bagian barat di lautan.
Selain itu, tampaknya bagian depan pesawat dengan cat putih-merah juga terlihat
oleh para nelayan. Benar tidaknya berita itu masih diperiksa lebih lanjut. Namun,
Basarnas kini tengah mengerahkan personil untuk mengkaji lebih lanjut daerah
Pangkalan Bun tersebut.
Penyebab Jatuhnya Pesawat
Jatuhnya pesawat Air Asia
QZ8501 ini dikaitkan dengan kondisi cuaca yang kurang memungkinkan untuk
terbang. Kontak terakhir dikatakan, pilot tengah menghindari awan Cumulonimbus
yang tengah melingkupi wilayah tesebut. Awan Cumulonimbus sendiri merupakan
awan konvektif yang sangat ditakuti oleh para pilot sehingga sebisa mungkin untuk
menghindarinya. Awan Cumulonimbus ini memiliki bentuk seperti menara dan
memiliki landasan, serta membawa badai dan memuat uap air yang sangat banyak.
Ketinggiannya bervariasi, antara 500 feet hingga 13.000 feet. Dalam beberapa
kasus, awan ini dapat muncul pada ketinggian 75.000 feet. Gerak pertumbuhan
vertikal dengan kecepatan 1-10 m per detik terus menerus untuk periode pendek
sekitar 30 menit ini memungkinkan awan tersebut menciptakan bentuk seperti
menara bahkan menyerupai gunung. Awan ini dihasilkan oleh gerak konvektif
karena ketidakstabilan hidrostatik; secara potensial udara yang lebih ringan
terangkat dalam pusat sel konvektif dan udara lebih berat turun.
Selain itu, ketebalan
awan ini cukup membutakan pandangan pilot. Pergesekan ion positif dan negatif
di dalam awan ini juga dapat menimbulkan terjadinya sengatan listrik antarawan.
Sengatan listrik itu yang kita kenal sebagai petir. Cahaya kilatan petir
tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada mata dan dapat merusak badan pesawat.
Disamping terjadinya petir, awan Cumulonibus juga menimbulkan icing yang dapat
merusak mesin pesawat. Butiran-butiran es dapat membekukan kinerja bagian luar
pesawat, bahkan dapat meledakkan pesawat seperti pada kasus Silk Air (1997). Dalam awan cumulonimbus terdapat updraft dan
downdraft yang memungkinkan terjadinya sirkulasi yang menyebabkan terjadinya
turbulensi. Severe turbelence ini juga menjadi salah satu penyebab jatuhnya
pesawat di berbagai belahan bumi. Untuk berbagai alasan itulah, awan
Cumulunimbus sangat ditakuti dan dihindari oleh pilot.
Dalam pantauan radar terakhir
oleh BMKG, di sekitar Pangkalan Bun terdapat begitu banyak awan Cb yang
ditandai dengan warna merah yang menunjukan keberadaan awan Cumulonimbus.
Dipastikan di daerah tersebut memiliki cuaca berawan yang cukup banyak.
Penerbangan berisiko ini seharusnya ditunda mengingat data cuaca buruk yang
terekam pada radar.
Pencarian Korban
Total 162 orang di dalam
pesawat Airbus A320-200 masih belum diketahui keberadaannya hingga detik ini.
Pesawat memuat 138 penumpang dewasa, 16 anak, dan 1 bayi/balita. Pesawat
diawaki 2 pilot dan 4 kru kabin. Pilot in command yakni Kapten Irianto, dan
flight officer Remi Emmanuel Plesel. Sebagian besar berkewarganegaraan
Indonesia dan melibatkan sejumlah kewarganegaraan asing di dalamnya menjadi
korban dalam peristiwa naas ini. Berbagai pencarian diupayakan dalam menemukan
pesawat ini, dibantu oleh tenaga asing milik Australia dan Malaysia. BMKG kini
memperkirakan cuaca dan tinggi gelombang akan kondusif untuk melakukan
pencarian selama 2 hari ke depan di daerah Pontianak-Tanjung Pandan. Walaupun
pada tanggal 30 hingga tanggal 1 Januari akan terjadi hujan ringan di kawasan
Bangka Belitung, namun tidak terlalu mengkhawatirkan. Hal tersebut akan
memudahkan tim SAR mengadakan pencarian korban.
1 komentar:
Mengingat tanda-tanda penelusuran pesawat hingga kini belum ditemukan, wajar bila berbagai kalangan mengucapkan belasungkawa bagi keluarga korban. Dilirik dari akal sehat, kemungkinan pesawat jatuh di perairan, dan berbagai spekulasi menyebutkan bahwa beberapa nelayan mendengar dentuman keras di lautan, memberi suatu pemikiran bagi kita bahwa kecil kemungkinan korban selamat.
Pihak maskapai sebaiknya secara terbuka memberi informasi kepada masyarakat, agar tidak terjadi anggapan keliru di kalangan tertentu.
Begitupun media, sebaiknya panyampaian informasi sesuai dengan akurasi data yang ada, tidak terlalu melebih-lebihkan data yang ada. Pihak media harusnya tidak mengganggu privasi dari keluarga, yang mungkin saat ini sedang mengalami depresi karena belum ditemukannya anggota keluarga mereka. Sebaiknya, media tidak mencari keuntungan dalam kasus ini, melainkan memberi respon yang positif bagi para kelurga korban dengan memberi rasa empati terhadap keluarga korban.
Posting Komentar